Konsepsi Penanganan Sampah Tepadu

Mecermati aspek permasalahan dalam pengelolaan sampah, untuk itu upaya-upaya
yang harus dilakukan antara lain meliputi pemantapan kebijakan persampahan, penanganan sampah regional, memacu kearifan masyarakat terhadap fenomena persampahan, dan peningkatan teknologi ramah lingkungan.



1. Kebijakan Pemerintah
Permasalahan sampah perkotaan di Indonesia, telah muncul sejak dekade tahun
1990-an. Meski demikian, kebijakan strategis yang telah ditetapkan oleh pemerintah baru
pada tahapan yang erat kaitannya dengan aspek teknis, yaitu: melakukan pengurangan
timbulan sampah dengan menerapkan konsep 3 R (
Reduce, Reuse dan Recycle), dengan harapan pada tahun 2025 tercapai “zero waste“. Padahal pada saat sekarang diperlukan kebijakan yang handal sebagai payung baik di tingkat pusat maupun daerah keterkaitannya dengan penanganan persampahan.

Pendekatan pengelolaaan persampahan yang semula didekati dengan wilayah
administrasi, dapat diubah dengan melalui pendekatan pengelolaan persampahan secara
regional. Pendekatan regional dimaksud dengan menggabungkan beberapa kota dan atau
kabupaten dalam pengelolaan persampahan. Hal tersebut sangat menguntungkan, karena
akan mencapai skala ekonomis baik dalam tingkat pengelolaan TPA, dan pengangkutan dari
TPS ke TPA. Berbagai prinsip yang perlu dilakukan dalam menerapkan pelaksanaan
pengelolaan persampahan secara regional ini adalah sebagai berikut:

(a). Menyusun peraturan daerah (Perda) bersama yang mengatur pengelolan persampahan.
Peraturan tersebut berisi berbagai hal dengan mempertimbangkan aspek hukum dan
kelembagaan, teknik, serta aspek keuangannya.
(b). Pemantapan kelembagaan dengan memisahkan peranan fungsi tupoksi yang jelas
antara pembuat peraturan, pengatur/pembina dan pelaksana (operator), hingga
optimalisasi kinerjanya dapat dievaluasi dan dinilai.

(c). Penetapan indikator kinerja berdasarkan aspek teknis, memberikan indikasi (1) seluruh
timbunan sampah akan diangkat ke TPA dalam waktu 24 jam, (2) teknik pengangkutan
sampah tidak menyebabkan pencemaran bau, (3) pengoperasian di TPA telah ditetapkan
sistemnya (contoh sistem sanitary landfill), dan (4) pemanfaatan sampah sebagai sumber
ekonomi melalui penerapan daur ulang, atau pemanfaatan untuk kompos.
(d). Adanya kesepakatan antar kabupaten/kota (regional) dalam kaitannya dengan restribusi
persampahan, hingga alokasi antara dana yang dibebankan oleh pemerintah dan
masyarakat berimbang.
 
2. Sosialisasi Penyadaran Masyarakat
Fenomena persampahan tampaknya bukan hal yang sederhana, karena sepanjang
ada kehidupan manusia permasalahan tersebut akan selalu timbul. Walaupun kebijakan
persampahan telah tersedia, ditambah dengan bentuk kelembagaannya, serta indikator
kinerja dan tetapan alokasi pendanannya baik yang bersumber dari APBD dan masyarakat,
tampaknya belum merupakan jaminan mantapnya pengelolaan sampah secara terpadu
berkelanjutan, apabila kesadaran masyarakat tidak dibangun. Hal tersebut mengingat bahwa
keberhasilan penanganan sampah sangat ditentukan oleh ”niat kesungguhan masyarakat”
yang secara sadar peduli untuk menanganinya. Atas dasar itulah pentingnya sosialisasi
penyadaran masyarakat
baik melalui jalur formal maupun informal yang antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut:

(a). Penyadaran formal, diberikan kepada generasi muda di sekolah (SD, SLTP, dan SLA)
melalui pemantapan kegiatan ”Krida” mingguan.
(b). Penyadaran informal, diberikan kepada masyarakat dalam kaitannya penanganan
sampah berbasis kesehatan lingkungan, untuk itu perlunya (1) penyadaran masyarakat,
untuk menghargai terhadap alam lingkungannya, agar tidak lagi membuang limbah
domestik (sampah padat dan limbah cair) ke bukan tempatnya, dan (2) masyarakat
hendaknya mulai sadar dan berkiprah untuk memilah-milah sampah berdasarkan
jenisnya, guna menghindari sumber-sumber penyakit menular, sebagai akibat dari limbah
domestik yang cepat membusuk.